Upsus Siwab merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara masif dan serentak, melalui pendekatan sistem manajemen reproduksi yang terdiri dari unsur-unsur:
  1. pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi;
  2. pelayanan inseminasi buatan (IB) dan kawin alam;
  3. pemenuhan semen beku dan nitrogen cair;
  4. pengendalian pemotongan sapi/kerbau betina produktif; dan
  5. pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.
Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian pangan asal ternak dan meningkatkan kesejahteraan peternak sekaligus mengejar swasembada sapi tahun 2026 seperti yang ditargetkan Presiden RI Ir. Joko Widodo. Pada tahun 2017, ditargetkan kebuntingan ternak sapi dan kerbau mencapai 3 (tiga) juta ekor, selain dari kelahiran anak sapi/kerbau, target lain yang akan dicapai yaitu menurunnya angka penyakit gangguan reproduksi dan menurunnya pemotongan sapi betina produktif. Berdasarkan data dari ISIKHNAS (Integrated Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional), pemotongan ternak betina produktif masih tinggi, dimana pada tahun 2015 sebesar 23.024 ekor dan pada tahun 2016 sebesar 22.278 ekor. Untuk itu, diperlukan kegiatan pengendalian betina produktif dalam rangkaian kegiatan program Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau melalui Upaya Khusus SIWAB 2017 untuk meningkatkan jumlah akseptor. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pasal 18 ayat 2 yang menjelaskan bahwa ternak ruminansia besar betina produktif (sapi atau kerbau) dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau pengendalian penyakit hewan. Untuk mengantisipasi terjadinya pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif dapat dilakukan dengan penjaringan/ pembelian oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota untuk menyelamatkan induk atau janin yang mungkin ada didalam uterus. Adanya pencegahan pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif akan memberikan dampak positif karena harga sapi/ kerbau betina produktif akan menjadi lebih mahal. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan ternak ruminansia besar betina produktif antara lain dengan melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pasal 18 ayat 2 pada peternak tradisional, melakukan pencegahan terjadinya pemotongan liar ternak ruminansia besar betina produktif di masyarakat dan memperlambat proses pengeluaran ternak ruminansia besar betina produktif yang ada ditingkat peternak tradisional. Himbauan untuk tidak lagi melakukan pemotongan sapi betina produktif tidak saja diberlakukan bagi peternak sapi potong tradisional, tapi juga kepada semua pihak yang terlibat dalam pemotongan sapi betina produktif termasuk yang dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Pelanggaran bagi yang memotong ternak ruminansia besar betina produktif dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, yang menjelaskan pidana kurungan paling singkat 3 bulan dan paling lama 9 bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000 dan paling banyak Rp. 25.000.000. Peranan Penyuluh Pertanian dalam mencegah pemotongan sapi/ kerbau betina produktif, antara lain :
  1. Mengimbau kepada peternak apabila akan menjual sapi/ kerbau betina produktif, sebaiknya dijual langsung kepada peternak lain yang akan memeliharanya.
  2. Apabila ada peternak yang ingin menjual ternak sapi/ kerbau betina produktif agar melaporkan kepada Dinas yang membidangi peternakan di Kabupaten/ Kota.
  3. Diharapkan para peternak/ pedagang perantara jangan mencederai ternak sapi/ kerbau dengan alasan untuk menjual ternak betina produktif.
Penyuluh pertanian harus bermitra dengan pedagang perantara untuk mencegah pemotongan ternak sapi/kerbau betina produktif. (Roby Prayoga).