Ikan yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor sebagian besar adalahikan lele yang juga merupakan komoditas unggulan untuk wilayah minapolitan.Produksi lele terus meningkat seiring dengan permintaan pasar yang tinggi. Kondisi ini ditunjang dengan menjamurnya “pecel lele” yang tersebar di setiap daerah di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Warung pecel lele rata-rata membutuhkan 7-8 kg lele perhari atau 210-240 kg lele/bulan/warung. Daerah Jabodetabek saat ini membutuhkan pasokan lele sebanyak 150 ton/hari.
Sebagai komoditas yang mudah rusak (perisable), pemasaran lele harus mendapatkan perhatian yang serius. Panjang pendeknya saluran pemasaran akan menentukan kualitas lele sehingga akan berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya, keuntungan, margin pemasaran serta efisiensinya.Di Kabupaten Bogor, analisis rantai nilai terhadap berbagai rantai pasokan dilakukan berdasarkan saluran pemasaran yang digunakan oleh pembudidaya untuk menjual hasil produksi mereka. Terdapat tiga rantai tata niaga lele di Kabupaten Bogor sebagai berikut:
- Saluran 1 : Pembudidaya -pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang pengecer -konsumen akhir
- Saluran 2 : Pembudidaya merangkap pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir
Pemasaran ikan lele mayoritas dijual dalam bentuk ikan hidup dan masih sedikit dalam bentuk olahan. Proses mengalirnya barang dari pembudidaya ke konsumen memerlukan biaya. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran akan semakin meningkat. Pedagang pengumpul ikan lele biasanya merangkap sebagai pembudidaya dengan kapasitas penjualan perhari sebesar 1-5 ton. Dari pedagang pengumpul ikan lele dijual ke pedagang besar, pedagang pengecer dan akhirnya ke konsumen akhir
Margin pemasaran ikan lele di kab Bogor dipengaruhi oleh volume produksi, harga per kg, dan biaya pemasaran.Semakin tinggi margin, maka semakin besar beban yang ditanggung oleh kosumen akhir. Hasil perhitungan dari marjin pemasaran yang terbentuk pada rantai pemasaran ikan leleadalah sebagai berikut
Marjin Pemasaran Ikan Lele di Kabupaten Bogor
Uraian |
Harga beli / biaya produksi (Rp/kg) | Harga jual (Rp/kg) | Margin (Rp/kg) |
Persentase |
Pembudidaya |
15,000 |
16,800 |
1,800 |
12.00 |
Pedagang pengumpul |
16,800 |
17,500 |
700 |
4.17 |
Pedagang besar |
17,500 | 19,800 |
2,300 |
13.14 |
Pengecer |
19,800 |
23,000 |
4,200 |
21,1 |
Keuntungan Pelaku Pemasaran Ikan Lele di Kabupaten Bogor
No |
Pelaku Pemasaran | Pendapatan | Pengeluaran | Keuntungan | (%) | Keuntungan/bln |
per transaksi (Rp) | per transaksi (Rp) | per transaksi (Rp) |
(Rp) |
|||
1 | Pembudidaya |
16,800,000 |
15,000,000 |
1,800,000 |
12.00 |
|
2 |
Pedagang Pengumpul |
26,250,000 | 25,200,000 |
1,050,000 |
4.17 |
21,000,000 |
3 | Pedagang Besar |
4,950,000 |
4,375,000 |
575,000 |
13.14 |
11,500,000 |
4 | Pedagang Pengecer |
480,000 |
396,000 |
84,000 |
21.21 |
1,680,000 |
Pedagang pengumpul meskipun memiliki margin pemasaran yang paling kecil, namun menghasilkan omzet dan keuntungan yang paling besar yaitu, diikuti oleh pedagang besar dan kemudian pedagang eceran. Hal ini disebabkan karena volume pembelian dan penjualan yang sangat besar pada pedagang pengumpul dan pedagang besar, sehingga walaupun hanya mengambil margin sedikit, setelah diakumulasikan hasilnya akan lumayan besar.
Margin yang diperoleh dari rantai pemasaran ikan lele ini sebenarnya tipis, apalagi untuk pembudidaya sebagai pihak produsen yang paling banyak menanggung biaya produksi yang cukup besar, yaitu biaya pakan. Sementara harga pakan sendiri saat ini terus merayap naik namun tidak signifikan dengan kenaikan harga ikan. Salah satu kunci untuk memperoleh keuntungan yang cukup besar dalam rantai distribusi ini adalah dengan menjual dalam jumlah yang besar sehingga keuntungan yg diperoleh juga akan besar meskipun marginnya kecil.
Rita Fitriyanti (APHP Muda Kab. Bogor)